Dunia internet dan media sosial merupakan sarana yang mudah untuk berdebat. Perlu diketahui bahwa berdebat khususnya debat kusir sangat merugikan apabila kita lakukan. Terutama di media sosial, walaupun kita sudah berniat berdiskusi dengan baik akan tetapi diskusi di internet dan media sosial tetap sangat sulit dilakukan. Lebih baik kita Mengalah dari debat kusir, karena “kita tidak akan bisa menang debat melawan orang yang bodoh dan tidak beradab“. Ketika menyanggah argumennya dengan logis, rasional disertai bukti atau data yang valid dan kredibel, justru mereka menyerang pribadi personal bukan argumennya, dan permasalahan juga akan semakin runyam.
Larangan debat kusir dengan orang yang tidak berilmu ini Allah SWT sampaikan dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah 2:6-7 :
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ (٦)
خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ ۗ وَعَلٰٓى اَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَّلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ࣖ (٧)
6. “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.”
7. “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (QS. Al-Baqarah 2: 6-7).
Imam Syafi’i pernah berkata sebagaimana dikutip dalam Kitab Mafahim Yajibu An-Tushohhaha karya Prof. Dr. As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasani., “Setiap kali berdebat dengan para intelektual, aku selalu menang. Namun, anehnya tiap kali berdebat dengan orang bodoh, aku kalah tak berdaya.”
Lalu Imam Syafi’i memberi klarifikasi sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tawali Ta’sis karya Ibnu Hajar Al-‘Asqolani bahwa beliau tidak pernah berdebat untuk mencari kemenangan. Beliau juga pernah berkata,
مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ إِلاَّ أَحْبَبْتُ أَنْ يُوَفَّقَ وَيُسَدَّدَ وَيُعَانَ وَيَكُوْنَ عَلَيْهِ رِعَايَةٌ مِنَ اللهِ وَحِفْظٌ وَمَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلاَّ وَلَمْ أُبَالِ بَيَّنَ اللهُ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِيْ أَوْ لِسَانِهِ
Tidakkah aku berdebat kecuali berharap agar lawan debatku diberi taufiq dan pertolongan serta dijaga oleh-Nya. Dan tidak pula aku berdebat kecuali aku tak menghiraukan apakah Allah menampakkan kebenaran lewat lisanku atau lisannya.
Lantas bagaimana menghadapi lawan debat kusir seperti itu?
Imam Syafi’i memberikan tips sebagai berikut :
Mending mengalah saja dengan orang yang jahil. Jika tidak, maka kita akan sama-sama turut jahil. Maka diam saja itu penyelamat, daripada diteruskan saling berbantahan yang tiada kesudahan.
Lengkapnya dari Imam Syafi’i Rahimahullah dalam sikap menghadapi orang-orang jahil:
ﺍِﺫَﺍ ﻧَﻄَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻔِﻴْﻪُ ﻭَﺗُﺠِﻴْﺒُﻬُﻔَﺦٌﺮْﻳَ ﻣِﻦْ ﺍِﺟَﺎﺑَﺘِﻪِ ﺍﻟﺴُّﻜُﻮْﺕُ
“Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi.”
ﻓَﺎِﻥْ ﻛَﻠِﻤَﺘَﻪُ ﻓَﺮَّﺟْﺖَ ﻋَﻨْﻬُﻮَﺍِﻥْ ﺧَﻠَّﻴْﺘُﻪُ ﻛَﻤَﺪًﺍ ﻳَﻤُﻮْﺕُ
“Apabila kamu melayani, maka kamu akan susah sendiri. Dan bila kamu berteman dengannya, maka ia akan selalu menyakiti hati”
ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﺳَﻜَﺖَّ ﻭَﻗَﺪْ ﺧُﻮْﺻِﻤَﺖْ ﻗُﻠْﺖُ ﻟَﻬُﻤْﺎِﻥَّ ﺍﻟْﺠَﻮَﺍﺏَ ﻟِﺒَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺮِ ﻣِﻔْﺘَﺎﺡُ
“Apabila ada orang bertanya kepadaku,’jika ditantang oleh musuh, apakah engkau diam?’.”
Jawabku kepadanya: “Sesungguhnya untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada kuncinya.”
ﻭَﺍﻟﺼُّﻤْﺖُ ﻋَﻦْ ﺟَﺎﻫِﻞٍ ﺃَﻭْ ﺃَﺣْﻤَﻖٍ ﺷَﺮَﻓٌﻮَﻓِﻴْﻪِ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻟِﺼَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌِﺮْﺽِ ﺍِﺻْﻠَﺎﺡُ
“Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan.”
Kemudian, ada orang yang bertanya kepada Imam Syafi’i, “lantas jika engkau ditantang oleh musuhmu, apakah engkau diam?”
Lalu Imam Syafi’i berkata :
ﻭَﺍﻟﻜَﻠﺐُ ﻳُﺨْﺴَﻰ ﻟَﻌَﻤْﺮِﻯْ ﻭَﻫُﻮَ ﻧَﺒَّﺎﺡُ
“Apakah kamu tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia pendiam? Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong ?” (Kitab Diwan As-Syafi’i).
Beliau rahimahullah menambahkan :
“Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek. Maka aku tidak ingin untuk menjawabnya. Dia bertambah pandir dan aku bertambah lembut, seperti kayu wangi yang dibakar malah menambah wangi” (Kitab Diwan Asy-Syafi’i hal. 156).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda juga telah bersabda :
“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR.Imam Abu Dawud dalam Kitab Al-Adab Al-Mufrad, Karya Imam Bukhari).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman Dalam QS.Al-A’raf 7:199
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ (١٩٩)
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199).
Baca juga: Menghias Kebodohan dan Kemiskinan Dengan Kepalsuan
Maka dari KisahImam Syafi’i dan kandungan ayat di atas memberikan pemahaman bahwa hindari debat kusir dengan orang yang memang tidak berniat untuk mencari benang merah penyelesaian suatu permasalahan. Berdebat dengan mereka hanya membuang-buang waktu dan melelahkan diri saja.
Oleh karenanya, Islam melarang debat kusir dengan orang yang tidak berilmu sebab bagaimanapun jawaban yang diberikan, selogis dan serasional pun mereka tetap tidak menerimanya. Maka yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi ocehan receh mereka. Karena memang mereka berkehendak memancing di air keruh agar kita tersulut mengikuti alur mereka, maka hindari berdebat dengan kelompok tersebut. Wallahu A’lam.
Sumber :
1.Kitab Mafahim Yajibu An-Tushohhaha (Karya Prof. Dr. As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasani).
2.Kitab Al-Adab Al-Mufrad (Karya Imam Bukhari).
3.kitab Tawali Ta’sis (Karya Ibnu Hajar Al-‘Asqolani).